Riwayat Hidup Nabi dan Perjalanan Nabi Muhammad SAW




ARAB SEBELUM ISLAM

Ketika Nabi Muhammad Saw. lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-
kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan Syria di utara. Dengan
adanya Ka'bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka'bah adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika
itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi. Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada Jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai yang mengalir
tetap, yang ada hanya lembah-lembah berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang

Sejarah Peradaban Islam
berbeda-beda, karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga bagian:

1.
Sahara Langit memanjang 140 mil dari Utara ke Selatan dan 180 mil dari Timur ke Barat, disebut juga Sahara Nufud Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali
menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh.

2.
Sahara Selatan yang membentang menyambung Sahara Langit ke arah Timur sampai Selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir
bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub' al-Khali (Bagian yang sepi).
Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya mencapai
29 buah.

3.
Penduduk Sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomadik, berpindah
dari satu daerah ke daerah lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, kambing, dan onta.
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi jazirah.
Penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan.
Bila dilihat dari asal usul keturunan penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthāniyun
(keturunan Qahthan) dan 'Adnāniyūn (keturunan Ismail ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan 'Adna-niyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyūn. Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya. 'Ahmad Amin, FajrAl-Islam, (Kairo: Maktabah AI-Nahdhah Al-Mishriyah. 1975), hlm. 1-2.
Riwayat Hidup Nabi Muhammad Saw.
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial
berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang has. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipim-pin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir. Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus. Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada syaikh atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya. Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra-
Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Ahmad Syalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya
dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya
agama Islam.? Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair
yang beredar di kalangan para perawi syair.

Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar mengha-
dapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang
cinta kebebasan.

Sejarah Peradaban Islam
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrah- nya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa
lain. Dasar-dasar kehidupan mereka mungkin dapat disejajar-kan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain,
hampir seluruh penduduk Badui adalah penyair. Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya
dan mendiami pesisir jazirah Arab, sejarah mereka dapat di- ketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka mampu membuat alat-alat dari besi, bahkan mendirikan
kerajaan-kerajaan. Sampai kehadiran Nabi Muhammad, kota- kota mereka masih merupakan kota-kota perniagaan dan memang jazirah Arab ketika itu merupakan daerah yang terletak pada
jalur perdagangan yang menghubungkan antara Syam dan
Samudera India. Sebagaimana masyarakat Badui, penduduk
negeri ini juga mahir menggubah syair. Biasanya, syair-syair itu dibacakan di pasar-pasar, mungkin semacam pagelaran pemba- caan syair, seperti di pasar 'ukaz'. Bahasa mereka kaya dengan ungkapan, tata bahasa, dan kiasan. Melihat bahasa dan hubungan dagang bangsa Arab, Leboun
berkesimpulan, tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Ia yakin, bangsa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia, sebelum mereka bangkit kembali pada masa Islam. Golongan Qahthāniyun, misalnya, pernah mendirikan kerajaan Saba' dan kerajaan Himyar di Yaman, bagian
selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba' inilah yang membangun bendungan Ma'arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Pada masa kejayaan-
nya, kemajuan kerajaan Saba' di bidang kebudayaan dan peradab-